top of page
Cari
Majalah Basis

Ikonoklasme atau Idoloklasme?

A. Setyo Wibowo

Lukisan karya Didik Wahyu Setiawan, "Golek Jujulan"


Dalam sejarah, penghancuran imaji yang dianggap berhala telah berlangsung lama. Saat ini pun kita berhadapan dengan tindakan-tindakan penghancuran seperti itu di sekitar kita. Bila menyelisik arti katanya, ikonoklasme secara luas bisa diterapkan dalam soal politik, seni, dan pemikiran.

Namun, bila berkaca pada pemikir kontemporer dari Prancis, Jean-Luc Marion – yang membedakan ikon dari idola –, kelihatannya istilah ikonoklasme harus dipresisikan sebagai idoloklasme.

Kata ikon berasal dari bahasa Yunani eikon, eikones. Dalam tradisi Gereja Ortodoks pada era Byzantium, ikon merujuk pada gambar-gambar orang kudus atau Yesus, atau Santa Maria. Ikon juga merepresentasikan kisah kehidupan Yesus dan kisah penyalibannya. Ikon sebagai gambar bisa dilukiskan di berbagai media: kanvas, kayu, marmer, gading, keramik. Ikon bisa dibuat sebagai mozaik dan fresco (gambar lukis di dinding) (Lih. Sarah Brooks, “Icons and Iconoclasm in Byzantium”, https://www. metmuseum.org/TOAH/HD/icon/hd_icon.htm). Gambar ikon sengaja tidak menggambarkan orang atau peristiwa sebagaimana alat potret, tetapi hanya secara simbolis. Para pembuat ikon biasanya tetap anonim. Mereka seakan menyembunyikan diri di balik kekudusan gambar yang mereka buat. Sebelum menggambar, mereka akan melakukan tirakat religius (doa atau puasa). Para pembuat ikon juga sekadar mengikuti tradisi panjang cara pembuatan ikon yang sudah ada aturan mainnya. Banyaknya rasa hormat yang diberikan kepada ikon tidak ditujukan pada gambar ikon itu sendiri, melainkan kepada sesuatu yang lain (Gerald O’Collins dan Edward D Farrugia, “Icon”, A Concise Dictionary of Theology, 1991: 99), yaitu Santa Maria, atau Trinitas, atau Yesus (figur-figur yang menjadi objek penghormatan).


Bentuk dan fungsi ikon

Ikon bisa berbentuk besar dan monumental, tetapi juga bisa kecil-kecil sebagai liontin kalung leher. Ada juga yang berbentuk triptik (panel 3 bidang kayu yang bisa dibuka tutup). Dalam peperangan, kadang ikon ditaruh di atas galah sebagai umbul-umbul peperangan. Namun lebih sering, ikon ditaruh di dinding-dinding di dalam gereja. Mozaik dan fresco berfungsi sebagai hiasan interior dalam gereja.

Dalam teologi Gereja Ortodoks Byzantium, ada keyakinan bahwa pada saat mengontemplasikan ikon, orang bisa berkomunikasi secara langsung dengan figurfigur yang digambarkan oleh ikon tersebut. Lewat ikon, doa-doa pribadi seseorang disampaikan secara langsung kepada figur-figur suci yang direpresentasikan.

*Artikel lengkap dapat dibaca di BASIS 01-02, 2018, halaman 6


Sumber: BASIS 01-02, 2018



553 tampilan

Comments


bottom of page