Hewan Liar di Tucson Arizona
SEJAK air conditioning (AC) ditemukan pada paruh pertama abad XX, orang beramai-ramai pindah dan menetap di Tucson Arizona. Menariknya pertumbuhan kota di padang gurun ini dibatasi oleh banyaknya observatorium di pegunungan yang mengintari Tucson, serta kehidupan alam liarnya. Ada sekitar 20-an observatorium di seputaran Tucson. Rumah tidak boleh sembarangan memasang lampu taman. Jalanan tidak bebas memiliki penerangan jalan. Orang tidak boleh sembarangan membangun rumah. Jika ada kaktus raksasa / saguaro di tempat di mana rumah akan dibangun, pembangun rumah wajib memindahakan kaktusnya ke tempat aman. Tidak boleh menebang apalagi membunuhnya. Tak pelak, gelap menyelimuti Tucson setiap malam. Para ahli perbintangan (astronom) tidak perlu khawatir dengan polusi cahaya. Mereka leluasa menjalankan pengamatan benda-benda langit setiap malam, tentu saja jika langit tidak berawan dan tidak ada hujan. Hewan-hewan liar pun masih berkeliaran di sekitar kota Tucson yang kini berpenduduk sekitar 900 ribu jiwa.
Malam hari sekitar pukul 20:00 hingga 22:00, kawanan coyote (serigala kecil) sering mengaum bersahut-sahutan di belakang rumah kami. Biasanya sirene mobil polisi atau ambulan yang lewat di jalanan, membuat mereka mengaum. Mungkin mereka mengira sirene itu adalah teman-temannya. Kawanan itu biasanya terdiri dari lima sampai delapan ekor. Kadang ada juga anakan coyote di dalam kawanan. Bentuk tubuh coyote mirip serigala tapi berukuran kecil. Bulunya berwarna cokelat muda seperti anjing herder dan ekornya kadang memiliki bulu yang tebal. Kakinya langsing untuk bisa berlari cepat. Dalam newsletter di lingkungan Elm Street, pengurus lingkungan sering mengingatkan kami untuk tidak memberi makan coyote, entah dengan sengaja atau tidak. Diingatkan juga agar binatang kesayangan seperti anjing dan kucing harus berada di dalam rumah. Alasan jelas, biarkan coyote makan makanan alami yang mereka temukan, bukan kucing atau anjing kesayangan. Makan bukan makanan alami membuat bulu-bulunya rontok dan kulitnya korengan karena jamur dan bakteri. Biasanya coyote yang sakit korengan, tubuhnya jadi kurus dan menjijikkan. Lantas apa makanan alaminya? Kelinci liar.
Di pinggiran kota Tucson, terutama di gunung-gunungnya yang terjal, dihuni oleh sejumlah kucing-kucing liar dan buas. Salah satunya adalah singa gunung atau mountain lion. Kucing besar ini ukurannya hampir sama dengan singa afrika, bulunya juga memiliki warna yang sama, hanya saja yang jantan tidak memiliki jumbai layaknya singa afrika. Kadang-kadang ada di antara mereka yang turun gunung. Pernah pada saat penulis bersepeda di sekitar Sungai Santa Cruz, seorang pesepeda memperingatkan untuk hati-hati karena tersiar kabar ada seekor yang sedang berkeliaran di dekat sungai. Kemungkinan bukan untuk mencari minum, tapi makanan, karena sungai itu kering sepanjang tahun kecuali saat ada hujan besar di musim panas. Sialnya penulis tidak bertemu kucing besar itu. Dinas kehutanan Tucson sejak tahun 2018 sudah melepas lebih dari 66 kambing gunung (big horn sheep) di pegunungan Santa Catalina di utara Tucson. Selain mengembalikan populasinya yang habis pada tahun 1990-an, pelepasan juga menyeimbangkan ekosistem gurun. Singa gunung tidak perlu susah-susah turun gunung untuk belanja makanan di pemukiman penduduk, atau lari-lari mengejar orang yang bersepeda untuk dijadikan makan siang. Mereka cukup makan daging kambing yang sedap.
Binatang eksotis yang sering kami jumpai di jalan atau di belakang rumah juga adalah javelina. Meskipun moncong, kuku kaki, dan bentuk tubuhnya mirip babi hutan, hewan ini bukan termasuk keluarga babi-babian. Mereka masuk dalam keluarga peccary, dan asli benua Amerika. Babi adalah asli benua Asia dan Eropa. Tidak seperti babi, javelina memiliki kelenjar yang menghasilkan bau-bauan untuk mempertahankan diri dan berkomunikasi di antara mereka. Kelenjar itu terletak di dekat mata dan di dekat ekornya. Tapi seperti babi, javelina makan apa saja. Mereka makan kaktus dan buah kaktus, tanaman pagar, serangga, kadal, akar-akaran, dan labu-labuan. Saat hari Halloween tanggal 31 Oktober, orang-orang dilarang menghias halaman rumah mereka dengan buah labu karena kawanan javelina akan datang memakan buah labu itu dan membuat kotor halaman rumah dan jalanan. Tempat-tempat sampah di belakang rumah juga dibuat dengan tutup yang rapat dan tinggi sehingga kawanan javelina tidak bisa mengais makanan di dalamnya.
Selain tiga mamalia khas tersebut, Tucson juga dihuni oleh burung roadrunner. Besarnya seperti ayam kampung. Berwarna putih cokelat dengan blirik hitam. Kepalanya memiliki jambul. Ekornya panjang. Jarang sekali menggunakan sayapnya untuk terbang. Disebut roadrunner karena mereka adalah pelari yang handal. Kecepatannya bisa sampai 32 km per jam. Kami jarang menjumpainya di pemukiman penduduk. Mereka hidup di padang gurun dan area-area yang tidak banyak dihuni manusia di pinggiran kota. Mereka makan biji-bijian, kadal gurun, dan kadang ular gurun yang berbisa. Karena cukup ikonik, burung roadrunner menjadi tokoh utama dalam serial kartun The Roadrunner besutan Warner Brothers, dengan suaranya, “bip…bip…bip…bip”.
Ada juga unggas yang disebut quail atau burung puyuh. Besarnya seperti burung puyuh pada umumnya. Bulunya berwarna kelabu dengan blirik putih pada sayapnya, namun kepalanya berwarna cokelat terang serta memiliki jambul hitam mirip tanda koma. Seperti ayam, mereka hidup berpasangan, sering ditemui di sekitar pemukiman penduduk, dan sering membangun sarang di semak-semak di pekarangan rumah. Mungkin ini pilihan yang cukup aman, jauh dari gangguan hewan predator. Makannya biji-bijian, cacing tanah, dan serangga. Saat musim semi bulan Maret hingga Mei, burung puyuh ini biasanya ditemui dengan anakan mereka yang baru menetas. Banyaknya bisa sampai 15 ekor. Bentuknya bulat mirip anakan ayam, tapi hanya sebesar kelereng. Biasanya hanya tiga sampai empat ekor yang bertahan hidup hingga dewasa. Sisanya dimangsa oleh predator seperti coyote dan elang.
Satu hewan lagi yang banyak terdapat di Tucson adalah burung kolibri atau humming bird. Ukuran tubuhnya hanya sebesar capung. Bulunya berwarna hijau metalik dengan kombinasi hitam atau merah menyala di lehernya, tergantung spesiesnya. Paruhnya lancip panjang seperti biting atau lidi yang digunakan untuk pincuk, berguna untuk menghisap nektar dari bunga-bunga. Selain nektar, burung kolibri juga memangsa serangga-serangga kecil seperti kutu untuk mendapatkan protein. Mirip lebah dan kumbang, burung mini ini mengepakkan sayap lebih dari 50 kali per detik. Di belakang rumah kami, sejumlah kolibri membangun sarangnya di dekat sarang burung elang di pohon eucalyptus. Mungkin ini adalah taktik jitu untuk menghindari burung pengganggu. Mereka tidak akan berani mendekati sarang elang, dan elang tidak akan memangsa kolibri. Ukurannya kecil dan tidak mengenyangkan. Sarang burung kolibri terbuat dari sutera jaring laba-laba. Telurnya hanya sebesar telur cicak. Umumnya orang menyediakan air gula dalam suatu wadah minum dengan warna terang seperti merah atau kuning di halaman rumah untuk burung kolibri ini. Pada musim dingin, di mana jarang ada tanaman yang memekarkan bunga, burung kolibri kesulitan mendapatkan nektar. Air gula buatan manusia inilah yang jadi santapan mereka. Pada musim panas, orang biasanya menyediakan juga satu wadah lain untuk air tanpa gula. Fungsinya, agar burung kolibri ini dapat asupan air supaya tidak dehidrasi. Kami punya satu wadah air gula ini di belakang rumah.
Di belakang rumah kami, sejumlah kolibri membangun sarangnya di dekat sarang burung elang di pohon eucalyptus. Mungkin ini adalah taktik jitu untuk menghindari burung pengganggu. Mereka tidak akan berani mendekati sarang elang, dan elang tidak akan memangsa kolibri.
Meski populasi penduduk di Tucson semakin banyak terutama karena migrasi pensiunan (kabarnya lingkungan kering baik untuk lansia yang punya masalah rheumatic), lingkungan liar khas padang gurun ini masih terjaga dengan baik. Sejauh ini belum terdengar ada orang terluka atau mati diserang oleh coyote, javelina, atau singa gunung. Kebanyakan orang justru mati karena dehidrasi / kurang minum saat mendaki pegunungan di sekitar Tucson. Semoga hubungan manusia dan lingkungan gurun bisa terus bertahan hingga puluhan bahkan ratusan tahun ke depan.
C. Bayu Risanto,
pencinta lingkungan
FB: Christopher Bayu
Comments