top of page
Cari
Majalah Basis

Beyonce, Hiburan, dan Mutlak


Bandung Mawardi


Isu selalu “darurat” sepanjang masa: pangan. Bermula dari kitab suci atau mitologi, orang-orang memikirkan pangan. Pada segala jenis pangan, mereka menjalankan ibadah, perang, pernikahan, pesta adat, dan seni. Pengertian pangan itu pokok hidup menjadi lazim. Pangan untuk adab dan biadab. Pangan jadi gara-gara bentrok ideologi. Pangan mencipta heroisme dan kecengengan.


Di Jawa, pangan terbedakan dengan sekian rupa dan tata cara bersantap. Pangan bukan perkara material saja. Ada tradisi dipengaruhi nalar-imajinasi keraton dan kaum agraris. Upacara mengunjungi hutan di Gunung Lawu dengan penanaman kepala kerbau mengandung cerita-cerita menakjubkan: jelmaan sayuran. Tanah itu sumber pangan. Di tanah, manusia menanam sayur demi kecukupan pangan dan mengangankan kemakmuran. Tradisi bertaburan imajinasi belum mau berakhir di zaman terlalu teknologis dan pangan telah mengalami perancuan makna.


Pada abad XXI, kita disuguhi berita mutakhir sayur, tak kentara terikat ke tradisi-tradisi kuno berusia ratusan sampai ribuan tahun. Berita bukan berasal dari Jawa. Berita dari negeri jauh tapi terasa dekat bagi kaum hiburan. Di Media Indonesia, 3 Februari 2019, berita berjudul “Tiket Gratis untuk Pemakan Sayur.” Kita diperkenankan kaget mengetahui kebijakan Beyonce dan Jay-Z mengadakan konser musik memiliki bujukan mengejutkan ke para penggemar. Tiket gratis menonton konser diberikan pada mereka selaku pemakan sayur di keseharian. Dua artis kondang melempar pesan ke dunia, mengajak orang-orang sarapan sayuran. Rutin!



Gambar: https://metro.co.uk/2018/12/31/beyonce-jay-z-mission-convert-people-veganism-8297162/

Di industri musik atau “pemujaan hiburan” bertaraf global ada sejumput heorisme bertema sayur. Kita seperti dikembalikan ke halaman-halaman kitab lawas berisi tuntunan hidup bersahaja dan etika-kealaman. Hidup di imajinasi kehijauan, citarasa segar, dan kepekaan ke sumber-tanah. Beyonce belum pujangga di pertapaan. Ia berada di keramaian hiburan. Pemberiaan godaan mengaitkan sayur dan konser musik terasa lelucon “terbijak”. Konon, pikiran dan ulah artis kondang itu menghendaki pemberlakuan pendidikan-pengajaran sayur secara global.


Di Indonesia, kita membaca berita sambil geleng kepala tapi lupa bertepuk tangan. Sayur menjadi tema besar di industri global, terbahasakan enteng dan meriah. Hiduplah bersayur! Cara itu tak mengharuskan orang khatam buku berjudul The Human Story (2018) garapan James C Davis dengan pengisahan memukau bahwa Tiongkok ribuan tahun silam itu negeri dengan “peradaban sayuran”. Kita belum tahu acuan firman atau sabda diperoleh Beyonce untuk turut mengubah dunia. Kita memuji saja. Di tanah subur Indonesia, sayur masih pendidikan-pengajaran terasa masih sekolahan dan birokratis. Orang-orang mewarisi ilmu ketat. Sayuran itu penting dengan segala semburan petuah dan menebar ketakutan-ketakutan berdalih raga sehat.


Gambar diambil dari buku Bayam, Kunci Bercocok Tanam Sayur-Sayuran Penting di Indonesia, 1977


Pada masa 1950-an, revolusi menderu di Indonesia memuat pesan (agak) penting: “rakjat sehat, negara kuat.” Penerjemahan slogan berupa penerbitan buku dalam seri “Indonesia Sehat”. Bukalah buku berjudulModal Kesehatan: Ialah Aturan dan Susunan Makanan jang Baik (1952) susunan S Postmus. Kita simak penjelasan sepi imajinasi mengenai sayur bisa disantap di Jawa: “Pada umumnja daun bangsa pohon dan perdu, misalnja petai-tjina, kastuba, kelor, katuk, dana melindjo dapat dianggap sebagai bahan-bahan makanan jang banjak mengandung vitamin dana jang chasiatnja sama bagus dengan chasiat sajur-sajuran daun jang sebenarnja, umpamanja bajam, daun ubi djalur, daun ketela pohon, djotang, gendjer, daun katjang pandjang, daun pepaja, prei, salada, sesawi, sintrong, talas dan daun waluh.” Di luar pangan, kita sempat mengingat kelor di nasihat bijak dan genjer di sengketa ideologis.


Pesan makan sayuran kadang melupakan ajakan menanam sayuran. Beyonce lupa memberi tiket gratis bagi penanam sayuran! Pada masa 1970-an, publik di Indonesia pernah mendapat petunjuk sakti menanam sayur. Petunjuk di buku berjudul Kunci Bercocok Tanam Sayur-Sayuran Penting di Indonesia (1977) susunan Hendro Sunaryono dan Rismunandar. Buku terasa meneruskan seruan birokrasi masa Orde Baru: “Dalam rangka menggelorakan kesehatan masyarakat, sayuran adalah mutlak pentingnya, demi memperbaiki nilai gizi makanan kita sehari-hari, terutama sebagai sumber vitamin, mineral, dan protein nabati.” Pendidikan-pengajaran sulit menggembirakan dan merangsang orang-orang girang menanam atau makan sayur.



Bandung Mawardi,

penulis Berumah di Buku (2018)

86 tampilan

Hozzászólások


bottom of page