Anak Zaman
A. Sudiarja
Tahun 1997, Don Tapscott menerbitkan buku Growing Up Digital: The Rise of the Net Generation. Buku ini meramalkan, anak-anak yang lahir pada tahun itu akan menguasai abad ke-21 dengan media baru, yang berpusat pada internet. Seperti halnya “baby boomers” (lahir sesudah Perang Dunia II) yang menguasai ekonomi, politik, dan kebudayaan, dalam lingkup perkembangan media televisi dan audio-visual, generasi yang dia sebut “N-Gen” (Generasi Net) itu akan berkembang dan menentukan zamannya. Ramalan itulah yang kini terjadi, setidaknya, atau terutama di Amerika. Don Tapscott tidak main-main, ia membuat riset dengan mewawancarai lebih dari 300 anak dari Generasi Net dan menerbitkan buku baru pada 2009 berjudul Grown Up Digital: How the net generation is changing your world. Ia menjelaskan bahwa Generasi Net mulai berpikir, belajar, bekerja, bermain, dan berkomunikasi secara berbeda dari orang-tua mereka.
Tapscott mengidentifikasi perubahan dari media tradisional ke media interaktif yang digunakan generasi digital. Semula, media adalah sarana komunikasi massa, yang membawakan berita secara cepat, akurat dan meluas kepada pendengar atau pembaca. Termasuk di sini adalah televisi, radio, media cetak berbentuk majalah atau surat kabar. Namun dengan muncul dan berkembangnya teknologi digital, media berubah coraknya, karena bukan sekedar menghubungkan orang dengan masyarakat pada umumnya, melainkan juga orang per orang secara langsung. Tentu saja perubahan corak media ini, mengubah pula secara drastis pola perilaku dan interaksi manusia. Media tidak lagi berperan sebagai sarana atau perantara yang efektif dalam menghubungkan mereka, melainkan menjadi dunia baru yang dihidupi. Ada transformasi budaya, atau bahkan konstitusi manusia sendiri.
Dalam media digital, manusia bereaksi langsung terhadap setiap data yang diterima karenanya yang interaktif. Dalam budaya internet, peserta tidak hanya mengambil yang diberikan, tetapi juga aktif sebagai kolaborator, pembaca, pendengar, penulis, organisator, bahkan inisiator, perancang strategi. Ini tampak misalnya, juga dalam video games, di mana dia aktif ikut bermain. Media itu sendiri sudah tidak disadari lagi sebagai sarana teknologi karena sudah menjadi dunianya (Diana G. Oblinger & James L. Oblinger [ed.], Educating the Net Generation, Educause, 2005: 2.10). Tahun ‘70-an, McLuhan sudah menyebut Teknologi Informatika sebagai “Alam Kedua” di mana manusia hidup secara spontan (alami); namun tampaknya McLuhan belum sampai pada pemahaman teknik lepas dari perannya sebagai sarana. Dia masih menyebut teknik sebagai perpanjangan (extension) eksistensi manusia saja. Menurut Tapscott, dalam dunia digital, kesadaran instrumentalis itu hilang; karena teknologi menjadi seperti halnya udara (Technology is like the air) yang dihirup setiap saat. ***
Sumber: Majalah BASIS 03-04, 2018.
Artikel lengkap dapat dibaca dalam edisi tersebut.
Berlangganan: 081225225423
Comments